“Nyanyian Kembang Pelukis Jalanan” adalah sebuah puisi yang saya temukan ketika saya jalan-jalan di Thailand. Istilah ‘ditemukan’ ini saya pakai karena proses penciptaan karya puisi ini.
Dari kebiasaan motret setiap hal yang menarik, meskipun hal itu mungkin biasa saja bagi orang lain, saya punya banyak koleksi foto. Beberapa frame foto koleksi saya itu tiba-tiba saja menceritakan sesuatu. Sebuah balada tentang pelukis jalanan tiba-tiba menyeruak. Begitulah puisi ini ‘ditemukan’.
Nyanyian Kembang Pelukis Jalanan
oleh Nanda Wirabaskara
“Istriku, sekarang kita sudah di ujung musim panas.
Lukisanku sudah banyak,
tapi belum juga ada rejeki yang Tuhan berikan
untuk persiapan musim tanam.
Mungkin aku harus lebih keras berusaha
Melukis dengan sebaik-baiknya
Supaya ada orang lewat yang suka dan membelinya…”
“Istriku, sudahkan kau taruh bunga sore ini di meja persembahan kita?
Karena malam ini aku ingin mendapat rejeki.”
“Tenanglah abang, sudah aku taruh bunga plastik di meja persembahan kita
yang aku beli di pasar.
Semua orang membelinya.
Jadi mulai sekarang Tuhan tidak akan pernah kecele di meja persembahan kita.”
“Istriku, mungkin itu yang terjadi.
Tuhan telah memberikan rejeki plastik kepadaku, dan mengira
aku tak akan pernah kecele mencari rejeki.
Cobalah engkau lebih rajin
Kalaulah tidak ada rejeki kita untuk membeli bunga
Bisa kau petik bunga di jalanan untuk persembahan kita.”
~Chiang May, 15 Mei 2010
Koleksi Puisi:
Bunga Plastik untuk Tuhan
Simfoni Kelapa Lima
Labuh Hatiku di Pantai Arafura
Setelah Habis Aku Memasang Dadu