Masjid Kuno Rambitan – Wisata Halal ke Lombok

Masjid Kuno Rambitan. Masyarakat di sini tidak ada yg tahu kapan masjid ini dibangun. Orang tua-tua hanya ingat bahwa masjid itu sudah ada ketika mereka masih kecil. Mungkin keterangan waktu tidak penting bagi mereka. Terlebih pada masa dulu ketika desa mereka masih gelap dan sepi. Sama sekali jauh dari bayangan mereka kalau akan banyak orang asing yang datang dan tanya-tanya tentang masjid mereka yang jelek itu.

Perkembangan Lombok menjadi tujuan wisata hanya baru-baru ini saja. Sama sekali di luar bayangan mereka bahwa masjid jelek di kampung mereka sekarang menjadi masjid kuno. Banyak orang asing yang datang melihat dan ingin tahu. Membawa banyak pertanyaan. “Hanya kata orang yg pernah meneliti masjid ini dibangun sekitar abad 16, tapi itu hanya perkiraan,” begitu kata bapak yg membukakan pintu dan mengantar kami masuk.

Perkiraan tahun pembuatan ini tentulah merujuk pada catatan di lontar kuno pembuatan Masjid Kuno Gunung Pujut. Kedua masjid ini memang dibangun pada masa yang sama oleh kakak beradik. Meraje Olem yang menjadi datuk di kerajaan Pujut membangun Masjid di Gunung Pujut, sedang Wali Nyatoq yang memilih hidup untuk agama membangun masjid di kampung Rambitan ini.

Konon di masjid-masjid inilah Islam masuk ke Lombok dg wektu telu. Islam Tiga Waktu. “Wektu telu itu sekarang sudah tidak ada. Masyarakat sekarang Islamnya lima waktu,” lanjut bapak tadi.

Masjid Dengan Arsitektur Tradisional Sasak

Ketika pada akhirnya Jelajah Wisata bisa mengunjungi masjid kuno ini kami sangat terkejut. Dalam bayangan kami sebelumnya masjid kuno ini adalah bangunan yang sudah berdiri selama ratusan tahun, tentunya dibuat dari bahan yang dikenal awet. Bisa dari kayu atau bahkan batu. Ternyata masjid kuno ini terbuat dari bambu dengan atap alang-alang dan lantai dari adonan lumpur yang dicampur dengan kotoran sapi sebagai bahan plester.

Masjid Kuno Rambitan
Masjid Kuno Rambitan

Meskipun dibuat dengan campuran kotoran sapi tetapi dengan pengolahan tradisional dan waktu yang lama lantai masjid ini tidak kotor dan tidak berbau. Bahkan masa dulu ketika rumah-rumah penduduk masih menggunakan bahan yang sama, dengan perlakuan tertentu dan rutin lantai dari bahan ini bisa mengkilap.

Untuk bisa bertahan sampai ratusan tahun, dinding bambu dan atap alang-alang harus selalu dirawat. Setiap beberapa tahun atap dan dinding bambu itu harus diganti. Untuk tiang dan kerangka utama masjid yang terbuat dari kayu bisa bertahan jauh lebih lama. Itulah rahasia masjid kuno itu bisa bertahan sampai sekarang.

Jadi masjid ini menjadi cagar budaya bukan hanya karena bangunannya saja. Termasuk cagar budaya di sini adalah tradisi Sasak dalam merawatnya. Jadi masjid Rambitan ini adalah cagar budaya ‘hidup’. Di situ ada tradisi abot tenteng masyarakat Sasak. Tradisi “berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”. Termasuk cagar budaya juga teknologi tradisional Sasak dalam menggunakan bahan alami.

Dinding masjid ini dibuat sangat rendah seperti rumah adat Sasak pada umumnya. Sebuah pintu di depan masjid dari bahan kayu dibuat sama rendahnya. Rendahnya dinding dan pintu ini membuat orang yang mau masuk harus membungkukkan badan. Bagi tradisi Sasak dibuatnya pintu yang rendah ini mengandung filosofi bahwa ketika akan memasuki rumah seseorang kita harus memberi hormat pada yang punya rumah. Karena itulah tamu dipaksa membungkukkan badan untuk melewati pintu.

Dinding dan pintu yang sangat rendah
Dinding dan pintu yang sangat rendah

Secara teknis bangunan-bangunan kuno tradisional dibuat rendah sebenarnya supaya kuat menahan hembusan angin besar. Terlebih lagi bangunan tersebut terbuat dari bahan yang ringan seperti kayu, bambu, dan alang-alang. Semakin tinggi bangunan itu akan semakin mudah diterbangkan angin seperti layang-layang.

Di Dalam Masjid

Di dalam masjid kuno ini ada sebuah bedug besar. Keadaan di dalam sangat remang karena tidak ada lampu penerangan. Cahaya di dalam masjid kuno ini hanya diperoleh dari pancaran sinar matahari yang masuk melalui celah-celah dinding bambu.

Cahaya masuk melalui celah bambu
Cahaya masuk melalui celah bambu

Masjid kuno ini dikelilingi oleh pagar dari batang-batang kayu setinggi sekitar 1,5 m. Batang-batang kayu yang ditata berjajar rapat itu menguatkan kesan kuno dari Masjid Rambitan ini. Dengan dikelilingi pagar ini halaman masjid kuno ini menjadi jelas terlihat sangat sempit. Hal ini disebabkan karena masjid kuno ini terletak di dalam kampung Rambitan yang merupakan perbukitan. Jadi masjid kuno ini sebenarnya berdiri di atas lereng.

Mukjizat Masjid Kuno

Masjid kuno ini dipercaya oleh masyarakat Lombok bisa menampung berapa pun jumlah jemaah yg mau sholat berjamaah. Akan selalu tersisa 1 tempat untuk 1 jemaah lagi. Kalau ada jamaah yang masuk tetap akan tersisa 1 tempat lagi. Begitu terus berapapun jamaah yang akan sholat berjamaah di situ. Begitulah mukzizat masjid ini.

(/na)


Wisata halal di Lombok:

Masjid Raya Hubbul Wathan
Masjid Kuno Gunung Pujut
Makam Wali Nyatoq 

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *